Rabu, 25 April 2012

makhluk gaib dan urang banjar

PENDAHULUAN

Masyarakat Banjar adalah masyarakat yang percaya dengan hal-hal yang gaib, karena disatu sisi Alquran sendiri telah mewajibkan kepada manusia agar beriman dengan yang bersifat gaib seperti jin, malaikat dll. Berawal dari kewajiban beriman dengan hal yang gaib, masyarakat Banjar percaya bahwa makhluk-makhluk gaib itu bisa juga dianggap sahabat atau bahkan mereka anggap sebagai anak. Bakan konon katanya, ada manusia yang kawin dengan jin. Bukankah ini sesuatu yang aneh, yang secara logika tidak mampu kita terima. Maka itu, lagi dan lagi sebagai manusia yang beriman dengan Alquran, kita harus percaya dengan hal-hal seperti itu.
Kebudayaan Banjar pada umumnya kaya akan cerita tentang makhluk gaib. Cerita kuyang, buaya kuning dll. Manusia apabila menjadi sebagai objek sahabat makhluk gaib maka dia akan merasakan keanehan yang luar biasa. Disatu sisi dia mungkin mendapatkan pertolongan dari makhluk gaib itu, namun disatu sisi lagi dia akan melayani makhluk gaib itu yang secara logika tidak diterima oleh akal. Seperti memberi makanan kepada makhluk gaib itu.
Hubungan antara manusia dan makhluk gaib ini memang mengundang beribu pertanyaan. Dari manusia yang dulunya miskin, namun secara tiba-tiba dia menjadi kaya mendadak. Proses perubahan sosial dari miskin kekaya ini tidak menutup kemungkinan dia bersahabat dengan makhluk gaib, karena dia kaya tanpa ada bekerja sama sekali. Contoh lain, orang yang kuat atau dalam bahasa banjar disebut  jagau, dia pasti bersahabat juga dengan jin, karena dia tahan ditimpas dan disodok.
Berangkat dari permasalahan diatas, maka kami dengan semangat akan memaparkan secara singkat tentang hubungan manusia dengan makhluk gaib dalam masyarakat Banjar, bagaimana makhluk gaib itu berinteraksi dengan manusia, serta apakah ada dampak negatif yang ditumbulkan akibat dari berkawan dengan makhluk gaib ini. Secara umum pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab dimakalah kami ini.



PEMBAHASAN
A.    Pengertian Makhluk Gaib
            Dalam bahasa Indonesia, kata gaib diartikan sebagai ‘sesuatu yang tersembunyi, tidak kelihatan, atau tidak diketahui sebab-sebabnya’. Dalam kamus bahasa Arab, kata gaib adalah antonim dari kata syahadat. Kata syahadat dalam kamus al Munjid berarti ‘hadir atau kesaksian’, baik dengan mata kepala maupun dengan mata hati. Dengan pengertian ini, maka segala sesuatu yang tidak hadir adalah gaib.

            Demikian pula sesuatu yang tidak disaksikan adalah gaib, bahkan sesuatu yang tidak terjangkau oleh panca indra juga merupakan gaib, baik disebabkan oleh kurangnya kemampuan indra-indra tersebut maupun oleh sebab lainnya. Banyak hal yang gaib bagi manusia, serta beragam pula tingkat kegaibannya. Agama melalui wahyu ilahi mengungkap sekelumit yang gaib yang harus dipercaya itu, yang di dalamnya termasuk tentang kedudukan ‘jin’. Kepercayaan terhadap makhluk gaib atau jin di Banjarmasin sudah ada sebelum Islam datang. Hal ini dapat dilihat pada upacara-upacara tradisional terhadap hal-hal tertentu. Munculnya kepercayaan tentang makhluk gaib khususnya jin dengan mudah mendapat tempat, kemudian pandangan dan pengertian terhadap bangsa jin itu terdapat berbagai corak pemahaman sehingga muncul berbagai sebutan/nama seperti; tuyul, hantu, kuyang, hantu beranak, kuntilanak, dan sejumlah nama-nama lain sesuai kepercayaan masyarakat Banjar.[1]

B.    Pandangan Islam tentang Makhluk Gaib
Dalam literatur Islam juga ditemukan bahwa kepercayaan masyarakat Banjar tentang makhluk yang bernama jin, dan mereka meyakini bahwa jin sebagai makhluk yang memiliki kekuatan tersembunyi. Menurut kepercayaan masyarakat Banjar jin adalah makhluk yang mampu mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan manusia, disamping dapat juga memberi manfaat. Kepercayaan tentang kemampuan jin membuat gangguan mengantarkan masyarakat itu menyembelih binatang sebagai sesaji kepada jin ketika mereka menghuni sebuah rumah baru, atau ketika masyarakat membangun jembatan baru, dan lain-lain sebagainya.
Dalam sebuah Allah sudah menegaskan tentang kewajiban kita beriman dengan hal-hal yang gaib, seperti yang dijelaskan dalam Q.S Al-baqarah ayat 3.
tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sムÍ=øtóø9$$Î/ tbqãKÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ  
Artinya : “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Imam ath-thobari menjelaskan redaksi ayat  tersebut dengan penjelasan bahwa sebagai seorang muslim kita wajib beriman dengan hal-hal yang gaib seperti surga, neraka, kehidupan sesudah mati dan hari kiamat. Dan diakhir penjelasannya beliau menambahkan lagi bahwa kita harus mempercayai hal-hal yang gaib yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala.
Dalam Islam kedudukan jin sebagai makhluk sama dengan manusia, yaitu sebagai hamba yang mengabdikan dirinya hanya kepada Allah. Q.s. Adz-dzariyat: 56.
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
            Dalam mengabdikan dirinya kepada Allah, bangsa jin juga ada yang ingkar, ada juga yang taat patuh pada perintah Allah sebagaima diungkapkan dalam al Quran surah al Jin ayat 11, "Dan sesungguhnya diantara kami ada jin-jin yang saleh dan diantara kami ada pula yang tidak. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda".
            Dari segi kejadian jin berbeda dengan manusia. Jin diciptakan dari unsur api yang sangat panas.Q.s. al Hijr:27.
¨b!$pgø:$#ur çm»uZø)n=yz `ÏB ã@ö6s% `ÏB Í$¯R ÏQqßJ¡¡9$# ÇËÐÈ  
Artinya:  dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
            Jin juga memiliki masyarakat sebagaimana masyarakat manusia. Q.s ar Rahman:33.
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4 Ÿw šcräàÿZs? žwÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ  
Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

            Kata ‘yama’syara’/jama’ah yang ditujukan kepada jin dan manusia menunjukkan bahwa antara masing-masing jenis terdapat ikatan yang menyatukan anggota-anggotanya. Demikian juga dengan jenis kelamin, bahwa makhluk jin terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan.. Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW apabila masuk ke jamban/toilet membaca do’a yang artinya Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari gangguan setan khubuts/laki-laki dan setan khubaits/perempuan. Makhluk yang bernama jin itu juga mempunyai keturunan dan memiliki kelebihan bahwa mereka tidak bisa dilihat oleh manusia. Disamping itu, jin memiliki kemampuan merubah dirinya dalam berbagai bentuk.[2]

C.    Makhluk Gaib dan interaksi dengan manusia
Dalam kepercayaan masyarakat orang Banjar, manusia ini adalah makhluk sosial, yang tidak akan mampu menjalankan kehidupan ini dengan sendiri. Perlu bantuan dengan sesama manusia. Selain memerlukan bantuan orang lain, masyarakat Banjar juga mempercayai bahwa makhluk gaib itu juga bisa melakukan interkasi dengan manusia, atau dengan kata lain mereka juga bersosialisasi dengan manusia.
Manusia dalam hidupnya selalu berusaha menyelamatkan diri atau membebaskan diri dari segala ancaman. Untuk itulah manusia baik secara perorangan maupun secara berkelompok berusaha mencari perlindungan diri dengan cara melakukan hubungan dengan alam supranatural. Beberapa sisi kehidupan manusia berada dalam posisi saling ketergantungan. Misalnya dalam masalah mata pencaharian, dan dalam menghadapi gejala alam serta kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya. Oleh karena itu sesuai dengan pemahaman budaya masyarakat setempat diadakan suatu upacara yang berhubungan dengan peristiwa alam dan kepercayaan. Dengan upacara alam itu diharapkan kehidupan sehari-sehari tidak terancam dan tidak saling bentrok. [3]

D.    Jenis-jenis Makhluk Gaib yang Dapat berhubungan dengan Manusia
Masyarakat Banjar mempunyai kepercayaan kepada makhluk gaib, diantara jenis-jenis majhluk gaib itu adalah kuyang-kuyang, hantu-hantu, ilmu kekebalan, roh-roh para pangeran, para dewa Batala kala atau sangkala, para leluhur mereka seperti Datu Taruna ( leluhur di desa Barikin), Datu Thabib ( leluhur di Amuntai), Datu Ujung dan makhluk lainnya.
Selain masyarakat Banjar juga mempercayai adanya makhluk gaib seperti makhluk jin, dan hantu-hantu, juga mempercayai adanya orang-orang gaib dari tokoh-tokoh terkemuka dari zaman dahulu yang berpindah tempat atau menjadi gaib seperti wali-wali, raja-raja Banjar, atau datu-datu yang kehadirannya dapat dirasakan melalui gangguan kepada manusia atau dengan jalan merasuki raga orang-orang tertentu.[4]
Kesemua jenis makhluk gaib itu mampu berhubungan dengan manusia, baik itu menjadi teman biasa saja, atau bahkan menjadi pembantu/ sesuruhan kita Seperti hantu penjaga rumah. Namun seandainnya manusia bersahabat dengan makhluk gaib, kalau dihitung secara logika. Lebih banyak dampak negatif daripada dampak positifnya. Lebih-lebih lagi kalau Jin nya itu adalah jin yang jahat.
a.     Makhluk gaib yang berawal dari manusia
Mahluk halus yang berasal dari manusia yang sudah meninggal dunia, dan yang dipercayai tidak mati melainkan gaib atau menurut istilah penduduk wapat. atau dinamakan  “orang gaib”.
            Tidak ada nama yang jelas bagi makhluk asal manusia yang sudah mati ini, tetapi dengan memperhatikan mamangan (sementara: mantra) yang diucapkan untuk menghilangkan gangguannya, namanya mungkin pidara, nama ini masih digunakan dikalangan masyarakat Bukit. Diantaranya yang penting adalah tentu saja pidara asal kerabat dekat, khusunya yang sebelum matinya  tinggal dalam satu rumah, dengan kata lain akrab dengan si sakit, dan juga tokoh keturunan dalam garis lurus keatas. Pidara-pidara dipercaya berkeliaran ditempat-tempat tertentu, dan khususnya untuk orang yang meninggal secara tidak wajar konon berkeliaran disekitar tempat kejadian, dan yang terakhir ini sering pula dicurigai sebagai mengganggu. Berkenaan dengan kerabat dekat, mungkin hubungnnya yang dekat sewaktu hidupnya dianggap menyebabkan terjadinya kenang-mengenang yang berakibat seorang menjadi sakit.
Sakit disebabkan oleh gangguan pidara dinamakan kepidaraan, yang konon sering menimpa anak-anak, khususnya yang berumur dibawah lima tahun, tetapi adakalanya menimpa orang dewasa. Wanita yang tengah melahirkan atau tengah nifas konon sangat mudah terserang. Gejalanya adalah badan si penderita panas  dingin, kaki dan tangan terasa dingin, dan yang dirasakan oleh si penderita ialah sakit kepala yang berkepanjangan. Mungkin yang mendapat kepidaraan yang lebih banyak terjadi disekitar kuburan dan ditempat keramaian aruh,   oleh karena itu biasanya anak-anak yang masih kecil dilarang berada ditempat tersebut bila tidak ditemani orang dewasa, dan khususnya bayi, biasanya tabu diajak serta ketempat keramian aruh.
            Gangguan arwah yang baru meninggal dapat menimbulkan kepidaraan yang agak gawat, yang khususnya konon menimpa anak-anak, kadang-kadang juga orang dewasa, kerabat dekatnya, terutama yang masih serumah atau berdekatan tempat tinggalnya, biasanya yang agak akrab dengannya semasa hidup. Gejalanya, disamping gejala yang biasa, antara lain si sakit sering termenung, selalu gelisah, tidak pernah tenang pada saat tidur, duduk atau pun berdiri. Gejala ini dalam pagar disebut “dandam pidara”, kira-kira terkenang atau dikenang pidara, yaitu ruh kerabat yang meninggal tadi (dandam sering berarti rindu). [5]
b.     Nenek Moyang
            Dalam masyarakat Banjar dikemukakan bahwa dikalangan kerabat tertentu arwah nenek moyang, diantaranya yang dianggap masih hidup selaku orang gaib di dalam dunia lain, kadang-kadang seperti diwakili oleh sahabatnya, memperingatkan anak cucunya akan kewajiban kerabat melaksanakan adat bubuhan. Peringatan demikian mungkin berupa teguran ringan saja, tetapi dapat juga terwujud dengan sakit yang ringan maupun berat. Gejala sakit atau gejala yang tidak menyenangkan pertanda peringatan dari dunia gaib ini biasanya dikatakan dengan kepingitan.
            Gejala kepingitan karena tuntutan melaksanakan adat turun temurun ini tampaknya diyakini sebagai spesifik, kadang-kadang seperti erat dikaitkan dengan adat yang dilalaikan (aruh tahun dan sejenisnya, upacara mengayun, adat ziarah, dan memakai pakaian atau perhiasan kuno, melanggar tabu bubuhan), setidaknya beberapa diantaranya. Gejala yang ditimbulkan dari meninggalkan tradisi ini diyakini adalah  sakitnya salah satu dari anggota keluarga yang tidak sembuh-sembuh atau selalu berulang, atau bahkan seperti gila. Bayi atau anak, yang lalai diupacara ayunkan dengan betarbang konon akan sakit perut dan perutnya seperti berbingkai dan berbunyi berdengung bila dipukul, seperti halnya rebana. Bayi dikalangan warga akar bergantung, yang terlambat dibawa ziarah ke kubur keramat kelampayan konon akan memperlihatkan gejara kepidaraan.
            Berikut ini gejala tuntunan pemakai pakaian, sesuai dengan corak batiknya, dan perhiasan kuno. Corak motif naga balimbur (berwujud gambar naga, sejenis ular dalam dongeng, sedang memainan kemalanya), gejala ketagihan adalah berwujud anak dalam kandungan menjadi hilang, sedang ular lidi (juga sejenis ular dalam dongeng), gejala ketagihannya adalah sakit-sakit pada tulang dan persendian. Corak motif tarati dalam taman (artinya:teratai dalam taman) gejala ketagihan berwujud perut bengkak, bintang berhambur (artinya; bintang bertaburan) gejala ketagihannya ialah berupa sakit kepala sebelah atau koreng yang tidak sembuh-sembuh. Gejala memerlukan samban atau kawari (keduanya sejenis perhiasaan yang dikalungkan dileher) ialah si anak sering kencing (pengamihan), dan ketagihan terhadap picis wujudnya ialah si anak mengeluarkan ludah terus-menerus (baliuran). Gejala peringatan atas dilanggarnya tabu bubuhan (dilapangan antara lain tabu memakai pakaian berwarna dan tabu menggunakan kayu tertentu sebagai kayu bakar) tidak diterangka, selain dikatakan sebagai dipingit.
            Tokoh-tokoh tertentu di Dalam Pagar dan Anduhum dapat menghubungkan berbagai gejala pennyakit tertentu dengan corak motif batik tertentu (untuk selendang, sarung ikat kepala, baju, celana, ayunan) atau jenis perhiasan (khususnya untuk bayidan anak-anak) tertentu.[6]

c.      Orang Gaib  
Berbagai tokoh dalam sejarah raja-raja Banjar pada zaman hindu dikatakan tidak mati, melainkan wafat, atau seperti ungkapan dalam hikayat ”kembali pada asalku” atau “gaib”. Dan mereka ini konon hidup di alam gaib sampai sekarang. Keraton tokoh-tokoh gaib asal raja-raja ini konon berada dipuncak gunung tertentu, antara lain gunung candi[7], gunung  pamaton[8], dan gunung batu gambar[9], tetapi  juga terdapat muara cerucuk[10].
Daerah rawa-rawa dan tempat-tempat tertentu lainnya, termasuk yang terletak disekitar perkampungan penduduk, kadang-kadang juga diyakini sebagai wilayah perkampungan orang gaib, hal ini mungkin karena adanya anggapan roh-roh dari orang-orang yang sewaktu hidupnya tinggal dalam suatu daerah tertentu masih berkeliaran disekitar tempat tinggalnya, dan setelah berlalunya waktu berkembang menjadi kepercayaan tentang perkampungan orang gaib ditempat-tempat tersebut. Khusus bagi orang yang meninggal secara tidak wajar seperti terbunuh, kecelakaan, mati lamas. Diyakini mereka menempati daerah-daerah tempat kejadian perkara tersebut. Demikianlah daerah rawa-rawa dan tanah persawahan disekitar dalam pagar[11] sampai jauh ke hilir sungai martapura konon tempat pemukiman orang gaib, yang berasal dari biaju (Dayak Ngaju).
Selain itu, disekitar perkampungan penduduk  juga ditemukan daerah  atau tempat-tempat yang dianggap penduduk sebagai tempat pemukiman orang gaib.     Tempat tersebut disekitar dalam pagar ialah sebuah pematang ditengah-tengah  wilayah persawahan disebelah timur laut kemasan, didekat sebuah sungai yang melebar (dinamakan penduduk danau panjang).  Konon didaearah tersebut sering terdengar suara musik wayang,  pertanda ditempat dunia gaib tersebut  sedang ada keramaian. Pohon kariwaya, sejenis pohon beringin diyakini masyarakat Banjar dengan gedung megah orang-orang gaib itu.[12]
Roh-roh gaib ini dianggap mempunyai kekuatan tersendiri di dalam kehidupannya. Mereka ada yang jahat dan ada pula yang baik. Roh jahat biasa mengganggu ketenteraman masyarakat, terutama masyarakat yang berlaku ceroboh terhadap alam lingkungan yang dihuni oleh orang gaib tersebut. Gangguan itu dapat dirasakan ketika salah seorang warga kerasukan dan mengeluarkan kata-kata yang diyakini dari makhluk halus atau roh nenek moyang. Atau apabila ada dalam masyarakat yang sakit payah dan di luar kebiasaan pengetahuan mereka, maka sakit yang demikian dianggap sebagai penyakit yang berasal dari roh-roh yang jahat.[13]
Berbagai istilah untuk menyebutkan  ganguan orang gaib terhadap manusia ialah kepuhunan, keteguran, dan kepingitan. Erat berkaitan dengan ini ialah istilah kesurupan dan kesarungan.
Dalam pengertian sehari-hari, kapuhunan berarti kena bahaya, hal ini khususnya dikatakan terjadi pada seorang yang bepergian ( keluar rumah, kesawah, kehutan dsb) pada saat makanan dan penganan sudah atau sedang di siapkan yang sudah diketahuinya karena mencium baunya, melihat orang mempersiapkan dan sebagainya sebelum mencicipi sebelum beangkat. Hal ini juga yang menyebabkan adanya keharusan memberi tetangga pangan, masakan atau buah-buahan yang tidak biasa yang terahir mungkin dari hasil panen atau dibeli tetapi dalam beberapa contoh kasus kepuhunan  yang dilaporkan tampak adanya kekurang waspadaan  dipihak sisakit, sehingga secara tidak sengaja konon menyebabkan makhluk-makhluk halus tertentu merasa terganggu dan menyebabkan orang gaib itu melakukan suatu tindakan yang membahayakan sisakit. Dan mungkin salah satu hal yang menyebabkan berkurangnya kewaspadaan itu ialah karena  terganggu oleh kenangan akan makanan yang tidak sempat di cicipinya.
Contoh-contoh bahaya yang mungkin menimpa itu ialah seperti seorang tukang yang terpeleset ketika memasang atap (istrinya sedang memasak ketika ia pergi), seorang nelayan terjatuh dari perahunya, karena ia tidak singgak ketika di ajak ikut menikmati makanan tertentu karena tergesa-gesa, seorang warga tertimpa pokok inau yang rebah secara tidak disangka-sangka, dan seorang warga sakit seperti hilang akal tatkala kembali dari mengerjakan sawahnya.
Kateguran secara harpiah berarti tertegur atau ditegur (oleh makhluk halus ), (dari kata tagur atau tegur). Gejala yang khas  konon biasanya ialah berbicara yang tidak karuan sekembalinya dari tempat yang angker disamping gejala lain yang mirip kapidaraan atau kapuhunan.  Kataguran yang serius ialah gejala kesurupan, dan si sakit biasanya dikatakan sebagai dipingit oleh makhluk halus.[14]

d.     Makhluk Halus Akrab dengan Manusia
Orang Banjar percaya bahwa kuburan syekh arsyad, dan demikian pula para ulama keturunanya, selalu dijaga kesucianya oleh orang muwakkal atau yang disebut Datu Baduk. Kebanyakan orang percaya bahwa Datu Baduk adalah berasal dari jin, yang mengabdi kepada syekh selaku budaknya, atau sahabatnya. Tidak dijelaskan apa tugasnya ketika syekh masih hidup. Bahwa muwakkal adalah berasal dari malaikat pemelihara Alquran yang dijadikan manusia sbagai sahabat. Selain syeh arsyad, tokoh lain yang memiliki muwakkal semasa hidupnya adalah Syeh Abdul Hamid yang konon kuburannya di Abulung, yang konon hidup semasa dengan syeh arsyad, Sultan Adam, dan juga Tuan Guru Zainal Ilmi, yang terahir ini ialah seorang ulama terkemuka di Dalam Pagar. Dan berbagai ulama-ulama terkemuka di Martapura didesas-desuskan memiliki muwakkal pula. Ulama-ulama ini antara lain melakukan peraktek perdukunan seperti  meramal , mengobati dengan air, mengembalikan barang yang hilang secara magis, dan memandikan gadis yang terlambat bersuami, dan justru lebih populer dalam praktek ini daripada ulama.
Para muwakkal konon menjaga kesucian makam almarhum sahabatnya dari perbuatan-perbuatan tidak senonoh oleh para peziarah, sampai sekarang ini tabu memotret dengan lampu kilat dikuburan-kuburan keramat, dengan kemungkinan konon mendapat gangguan daripara muwakkal yang marah bila  dilangar. Gangguan itu mungkin hanya sekedar menjewer atau memukul yang tidak jelas siapa pelakunya. muwakkal nenek moyang konon dapat memingit salah satu anggota dari keturunan tuanya, jika keluarganya itu lalai makakukan kawajibab-kewajiban kerabatnya yang telah turun-temurun. Jadi dalam hal ini muwakkal mewakili  nenek moyang memperingatkan akan kewajiban kewajiban adat tertentu.  Sahabat tersebut konon mamingit keturunan tuanya karena menuntut agar diberikan makanan seperti  yang dahulu pernah diberikan oleh moyang kerabat itu.
Kasurupan sebenarnya sama artinya dengan kesurupan dalam bahasa Indonesia yang artinya ialah sebuah makhluk halus telah memasuki tubuh seseorang.  Kasarungan adalah kata lain dari kesurupan, tetapi hal ini terjadi karena keinginan nenek moyang atau muwakkal untuk berhubungan langsung dengan anak cucunya dan biasanya tidak dianggap kesurupan seperti halnya kesurupan. Sahabat nenek moyang yang bukan muwakkal  merasuki keturunan tuannya biasanya dikategorikan sebagai kesurupan yang serius.[15]
e.     Makhluk Halus Lainnya
Makhluk halus yang konon menampakkan diri pada manusia secara umumnya biasanya dinamakan hantu.  Dengan demikian kadang-kadang istilah ini dinamakan juga orang gaib, seperti dalam ungkapan “disembunyikan hantu”  yang hampir berarti selalu diculik orang gaib. Orang-orang memang takut pada hantu  yang berasal dari arwah manusia yang telah melakukan kesalahan, tetapi tak seorangpun yang dapat menceritakan jenis gangguannya mengapa harus ditakuti. Orang-orang tertentu konon setelah matinya menjadi hantu karena ketika hidupnya ia mengkaji ilmu, seperti ilmu kaya, ilmu kebal, atau perkasa dll.  Di dalam masyarakat berkembang anggapan bahwa  yang menjadi hantu ialah orang-orang yang matinya jika orang minum minyak sakti,  agar menjadi kaya, kebal atau perkasa,  dan luka separah apapun dapat sembuh dengan cepat. Wanita kuyang, karena konon meminum minyak kuyang, akan menjadi kuyang pada waktu malam, ditakuti akan menghisap habis darah wanita yang baru melahirkan atau bayinya. Hantu beranak adalah jenis hantu , yang mungkin memang hantu sejak semula juga di takutkan akan mengganggu wanita hamil dan bayinya, seperti halnya kuyang.[16]
            Kuyang adalah manusia hantu yang suka mengisap darah bekas seorang ibu melahirkan atau pula darah bayi yang baru dilahirkannya. Kuyang biasanya terbang dengan kepala dan isi perutnya pada malam hari untuk mencari mangsanya dan untuk mengelabui mangsanya, sewaktu-waktu ia bisa berubah menjadi seekor burung malam atau kucing. Kuyang juga memiliki dua gigi taring di kiri dan kanan mulutnya.

            Kuyang adalah hantu perempuan yang pada dasarnya adalah manusia biasa, akan tetapi karena sebab atau ilmu tertentu ia kemudian berubah wujud menjadi hantu dan pada waktu-waktu tertentu terbang untuk mencari makan, yakni darah atau orok (bayi) yang baru dilahirkan. Orang Banjar percaya (sebagaimana juga orang Thailand dan Sumatera), bahwa dengan minyak tertentu ―biasa disebut dengan istilah minyak kuyang― yang digosokkan pada bagian sekeliling leher, seorang perempuan bisa berubah menjadi kuyang. Konon tujuannya menjadi kuyang adalah untuk awet muda dan keabadian hidup (panjang umur), karena meminum darah segar bayi.

            Kuyang berbeda dengan makhluk sejenis, vampir (China) atau drakula (Barat) misalnya, yang juga mengisap darah manusia umumnya. Sebab, kuyang adalah seorang perempuan dan hanya mengisap darah bekas perempuan yang baru melahirkan atau darah bayi yang ada dalam kandungan (sehingga seperti keguguran) atau yang baru dilahirkan. Dan, untuk menandai mangsanya, kuyang biasanya mendatangi seorang perempuan yang sedang hamil besar dan mengusap perutnya. Sedangkan vampir dan drakula bisa laki-laki atau perempuan dan berasal dari manusia yang sudah mati, namun karena sebab tertentu mereka hidup atau dihidupkan kembali, sehingga untuk menopang kembalinya kehidupan tersebut, mereka harus makan atau meminum darah. Adapun kuyang berasal dari manusia hidup yang kemudian berubah menjadi makhluk penghisap darah.

          Orang Banjar sendiri mencirikan kuyang sebagai seorang perempuan berambut panjang yang jika berjalan siang hari selalu menutupi bekas guratan dilehernya atau menutupi bagian kepalanya dengan kain, supaya tidak kepanasan terkena sengatan matahari.

            Orang Banjar meyakini bahwa kuyang adalah makhluk jadian yang takut dengan bawang merah, terlebih-lebih dengan bawang merah tunggal. Sedangkan jika vampir atau drakula takut dengan bawang putih. Kuyang takut dengan cermin, sisir, pisau, rumput jariangau, dan Yaasin. Itulah sebabnya, menjadi tradisi dalam masyarakat Banjar untuk meletakkan benda-benda tersebut didekat seorang perempuan yang baru melahirkan dan atau bayi yang baru dilahirkannya, agar terhindar dari gangguan kuyang. Bahkan, ketika bayi yang mereka lahirkan tersebut memasuki masa diayun atau dipukung, biasanya ditali ayunan juga diikatkan Yaasin.

Boleh jadi pula, tali ijuk ―pada waktu dulu, tali ijuk umum digunakan oleh orang Banjar sebagai tali ayunan―yang dipakai sebagai tali ayunan, kain kuning, atau pun bayi yang dipukung (dibedong, sehingga menutup bagian leher dan hanya kelihatan bagian wajah-kepala) dimaksudkan untuk mencegah dan menghindari gangguan kuyang atau makhluk-makhluk halus. Konon kuyang dan makhluk-makhluk halus pengganggu juga takut dengan tali ijuk. Karenanya, tali ijuk terkadang juga dijadikan sebagai dinding atau penghalat rumah[17], yakni dengan mengikatkan tali ijuk diatas flapon[18].
tambun di kenal masyarakt adalah mahluk yang ada di dalam air yang sering menyebabkan orang mati tenggelam di air. Sebagian masyarakt menyebutnya hantu tambun. Tak bisa dipastikan makhluk ini apa kah binatang air asli atau mahkluk suprantural.
 Hantu marabiaban mahluk supranatural yang satu ini memang sangat terkenal di kalimantan. mahkluk ini di gambarkan besar seperti raksasa, dan mempunyai bulu lebat. Mahkluk ini dikatakan ada di belantara hutan-hutan kalimantan dan juga mampu menjelma menjadi  manusia yg mencapai tingkat tinggi ilmu kesaktian hantu marabiaban ini. Bahkan hingga saat ini masyarakat Kalimantan ada yang memakai bulu makhluk ini untuk ilmu kekebalan, dan orang yang memakainya apabila marah akan mengeluarkan taring di giginya.
buaya kuning dalam tradisi masyarakat Banjar, buaya kuning adalah makhluk yang di anggap sakral dan makhluk keramat bahkan pada Zaman dulu masyarakat Banjar banyak yg memelihara “ma ingu” buaya kuning ini hingga sampai saat ini
apalagi di daerah Kalua. Masyarakat daerah sanalah yang banyak dipercaya memelihara hewan ini. Karena mereka mayoritas hidup dan berdagang jadi saudagar melalui sungai-sungai di Kalimantan Selatan. Buaya kuning ini bukan buaya yang bersifat boilogis, melainkaan buaya mistis/ supranatural dan gaib. Buaya ini kasat mata namun terkadang menampakan diri. Dan di beri makan setahun sekali dan diadakan ritual oleh sang majikan.[19]













PENUTUP

Kebudayaan Banjar berkembang paralel dengan sejarah asal-asul orang Banjar di Kalimantan Selatan. Masyarakat Banjar dikenal sebagai penganut agama Islam. Namun dalam ritual-ritual tertentu kadang bernuansa sinkrites dengan unsur kebudayaan lama yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.
            Diantara warisan kebudayaan itu adalah kepercayaan terhadap makhluk gaib. Seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah tadi bahwa makhluk gaib itu seperti manusia juga. Ada yang jahat ada nada juga yang baik.
            Makhluk gaib itupun juga bisa menggangu manusia seperti kesurupan, kepidaraan, dipingit dan masih banyak lagi istilah gangguan makhluk halus terhadap manusia.
            Sebagai masyrakat Banjar, disatu sisi kita harus melestarikan kebudayaaan itu, karena bagaimana pun itu adalah bagian dari Kalimantan Selatan juga. Namun yang perlu ditekankan lagi adalah bahwa sebagai seorang muslim jangan sampai terjerumus dalam jurang kemusyrikan. Disinilah beberapa orang-orang Banjar lebih percaya kekuatan makhluk gaib itu. Seperti dia mau kaya sehingga mengkaji ilmu-ilmu hitam.
            Kita hanya cukup mempercayai bahwa makhluk gaib itu ada. Dan bersahabat dengan dia pun juga tidak ada yang melarang. Namun perlu kita ketahui lagi, bersahabat dengan jin atau makhluk gaib itu lebih banyak mengandung dampak negatifnya daripada dampak positifnya.






DAFTAR PUSTAKA
Daud, Alfani. Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan  Banjar. Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 1997.
Ideham, M. Suriansyah, dkk. Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, 2005.
Wajidi. Akluturasi Budaya Banjar di Banua Halat. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2011.
------, “Kuyang,” http://banjarcyber.tripod.com, (diakses pada tanggal 21 April 2012)
Pulungan,  Fachrurrozy . “Keimanan dan Makhluk Gaib,” http://www.waspada.co.id, ( diakses pada tanggal 20 April 2012).
Rendra, “Makhluk Mitologi Kalimantan yang terkenal di Masyarakat Kalimantan  Hingga Sekarang,” http://ibanezhack.wordpress.com, ( diakses pada tanggal 20 April 2012).


[1] Fachrurrozy Pulungan, “Keimanan dan Makhluk Gaib,” http://www.waspada.co.id, ( diakses pada tanggal 20 April 2012).
[2] Fachrurrozy Pulungan, “Keimanan dan Makhluk Gaib,” http://www.waspada.co.id, ( diakses pada tanggal 20 April 2012).
[3] M. Suriansyah Ideham, dkk,  Urang Banjar dan Kebudayaannya (Banjarmasin: Badan penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, 67.
[4] Wajidi, Akulturasi Budaya Banjar di Banua Halat, ( Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2011), 20.
[5] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar ( Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 1997), 404.
[6] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, 405.
[7] Gunung candi adalah gundukan tanah tempat sisa-sisa candi Agung dekat Amuntai.
[8] Gunung Pamaton terletak tidak jauh dari Martapura
[9] Gunung Batu Gambat terletak dekat kota Waringin di Kabupaten HSU.
[10] Cerucuk adalah balok-balok kayu yang dipacangkan kedalam tanah, dahulu dimaksudkan agar perahu-perahu musuh dari sungai Barito tidak dapat merapat dan dengan demikian mengahalangi musuh untuk menyerang keraton yang baru dibangun.
[11] Desa yang terdapat dikota Martapura.
[12] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, 406-407.
[13] Wajidi, Akulturasi Budaya Banjar di Benua Halat, 21.
[14] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, 407-408.
[15] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, 408-409.
[16] Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, 409.
[17] ------, “Kuyang,” http://banjarcyber.tripod.com, (diakses pada tanggal 21 April 2012)
[18] Bagian atas dari rumah.          
[19] Rendra, “Makhluk Mitologi Kalimantan yang terkenal di Masyarakat Kalimantan  Hingga Sekarang,” http://ibanezhack.wordpress.com, ( diakses pada tanggal 20 April 2012).